BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian tradisi
Tradisi merupakan gambaran sikap dan prilaku manusia yang
telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari
nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan
mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. “budaya, sebagai salah satu smber
akhlak dan budi pekerti, memiliki definisi dalam arti sempit dan dalam arti
luas. Dalam arti sempit, budaya mencakup kesenian dengan semua cabang-cabangnya
sedangkan dalam arti luas, budaya mencakup semua aspek kehidupan manusia.
Menurut sutan takdir alisjahbana, budaya dalam arti sempit adalah adat
istiadat, kepercayaan dan seni. Sedangkan budaya dalam arti luas mencakup
segala perbuatan manusia, hasil budi manusia, kehidupan manusia sehari-hari.”
(Maurits Simatupang, 2002:139-140).
2.2
Pengertian masyarakat
Konsep tentang masyarakat pasti sering kita dengar, seperti
: masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat betawi, masyarakat jawa dan
sebagainya. Meskipun secara mudah bisa diartikan bahwa masyarakat itu berarti
warga. Namun pada dasarnya konsep masyarakat itu sendiri sangatlah abstrak dan
sulit ditangkap. Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal
dari bahasa arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi. Sedangkan
dalam bahasa inggris disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan social. Mereka
mempunyai kesamaan budaya, wilayah dan identitas. Definisi masyarakat adalah
“suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan
yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian
yang membentuk suatu kesatuan.” (Peter
L. Berger).
2.3
Sejarah dan letak geografis daerah Panjalu
Panjalu adalah
sebuah kerajaan bercorak Hindu yang terletak di ketinggian 731 m dpl
dan berada kaki Gunung Sawal (1764 m dpl) Jawa Barat.
Posisi Panjalu dikelilingi oleh benteng alamiah berupa rangkaian pegunungan ,
dari sebelah selatan dan timur berdiri kokoh Gunung Sawal yang memisahkannya
dengan wilayah Galuh, bagian baratnya dibentengi oleh Gunung Cakrabuana yang
dahulu menjadi batas dengan Kerajaan Sumedang Larang dan di sebelah utaranya
memanjang Gunung Bitung yang menjadi batas Kabupaten Ciamis dengan Majalengka
yang dahulu merupakan batas Panjalu dengan Kerajaan Talaga.
Secara geografis pada
abad ke-13 sampai abad ke-16 (tahun 1200-an sampai dengan tahun 1500-an) Kerajaan
Panjalu berbatasan dengan Kerajaan Talaga, Kerajaan Kuningan, dan Cirebon di sebelah utara. Di sebelah timur
Kerajaan Panjalu berbatasan dengan Kawali (Ibukota Kemaharajaan Sunda
1333-1482), wilayah selatannya berbatasan dengan Kerajaan
Galuh, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Galunggung dan Kerajaan Sumedang
Larang. Ibukota atau pusat kerajaan Panjalu berpindah-pindah sesuai dengan
perkembangan zaman, beberapa lokasi yang pernah menjadi pusat kerajaan
adalah :
2.3.1
Karantenan
Gunung Sawal
Karantenan Gunung Sawal menjadi pusat kerajaan semasa Panjalu menjadi
daerah Kebataraaan, yaitu semasa kekuasaan Batara Tesnajati, Batara Layah dan
Batara Karimun Putih. Di Karantenan Gunung Sawal ini terdapat mata air suci dan
sebuah artefak berupa situs megalitik berbentuk batu pipih berukuran kira-kira
1,7 m x 1,5 m x 0,2 m. Batu ini diduga kuat digunakan sebagai sarana
upacara-upacara keagamaan, termasuk penobatan raja-raja Panjalu bahkan mungkin
penobatan Maharaja Sunda.
2.3.2
Dayeuhluhur Maparah
Dayeuhluhur (kota tinggi) menjadi pusat pemerintahan sejak masa Prabu
Sanghyang Rangga Gumilang sampai dengan Prabu Sanghyang Cakradewa. Kaprabon
Dayeuhluhur terletak di bukit Citatah tepi Situ Bahara (Situ Sanghyang). Tidak
jauh dari Dayeuhluhur terdapat hutan larangan Cipanjalu yang menjadi tempat
bersemadi Raja-raja Panjalu. Konon Presiden I RI
Ir Soekarno juga pernah berziarah ke tempat ini
sewaktu mudanya untuk mencari petunjuk Tuhan YME dalam rangka perjuangan
pergerakan kemerdekaan RI.
2.3.3
Nusa Larang
Prabu Sanghyang Borosngora memindahkan kaprabon (kediaman raja) dari
Dayeuhluhur ke
Nusa Larang. Nusa Larang
adalah sebuah pulau yang terdapat di tengah-tengah
Situ
Lengkong. Dinamai juga
Nusa Gede karena pada zaman dulu ada juga pulau
yang lebih kecil bernama Nusa Pakel (sekarang sudah tidak ada karena menyatu
dengan daratan sehingga menyerupai tanjung). Untuk menyeberangi situ menuju
Keraton Nusa Larang dibangun sebuah
Cukang
Padung (jembatan) yang dijaga
oleh Gulang-gulang (penjaga gerbang) bernama Apun Otek. Sementara Nusa Pakel
dijadikan Tamansari dan Hujung Winangun dibangun Kapatihan untuk Patih
Sanghyang Panji Barani.
2.3.4
Dayeuh Nagasari
Ciomas
Dayeuh Nagasari dijadikan kediaman raja pada masa pemerintahan Prabu
Rahyang Kancana sampai dengan pemerintahan Bupati Raden Arya Wirabaya. Dayeuh
Nagasari sekarang termasuk kedalam wilayah Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu,
Ciamis.
Pada masa pemerintahan Prabu Rahyang Kancana, di Ciomas juga terdapat
sebuah pemerintahan daerah yang dikepala oleh seorang Dalem (Bupati) bernama Dalem Mangkubumi yang
wilayahnya masuk kedalam kekuasaan Kerajaan Panjalu.
2.3.5
Silsilah Ciomas
Panjalu
2.3.5.1 Buyut
Asuh.
2.3.5.2 Buyut
Pangasuh.
2.3.5.3 Buyut
Surangganta.
2.3.5.4 Buyut
Suranggading.
2.3.5.5 Dalem
Mangkubumi.
2.3.5.6 Dalem
Penghulu Gusti.
2.3.5.7 Dalem
Wangsaniangga.
2.3.5.8 Dalem
Wangsanangga.
2.3.5.9 Dalem
Margabangsa.
2.3.5.10
Demang Wangsadipraja.
Menjabat sebagai Patih Panjalu pada masa
pemerintahan Arya Sumalah dan Pangeran Arya Sacanata, berputera Demang
Wargabangsa I.
2.3.6
Demang Wargabangsa I. Menjabat sebagai Patih Panjalu pada
masa pemerintahan Arya Wirabaya, berputera Demang Wargabangsa II.
2.3.7
Demang
Wargabangsa II. Menjabat sebagai Patih Panjalu pada masa
pemerintahan Tumenggung Wirapraja, memperisteri Nyi Raden Siti Kalimah binti
Raden Jiwakrama bin Pangeran Arya Sacanata, berputera Demang Diramantri I.
2.3.8
Demang
Diramantri I. Menjabat sebagai Patih Panjalu pada masa
pemerintahan Tumenggung Cakranagara I, memperisteri Nyi Raden Panatamantri
binti Tumenggung Cakranagara I dan mempunyai tiga orang anak bernama 1) Demang
Diramantri II, 2) Demang Wangsadipraja, dan Nyi Raden Sanggrana (diperisteri
seorang Sultan Cirebon).
2.3.9
Demang
Diramantri II. Menjabat sebagai Patih Panjalu pada masa
pemerintahan Tumenggung Cakranagara II menggantikan Demang Suradipraja.
Sedangkan sang adik yaitu Demang Wangsadipraja menjadi Patih Panjalu pada masa
pemerintahan Tumenggung Cakranagara III, Demang Wangsadipraja mempunyai dua
orang anak yaitu: 1) Demang Prajanagara, dan 2) Demang Cakrayuda.
2.3.10 Demang Prajanagara diangkat
menjadi Patih Galuh, sedangkan adiknya yang bernama Demang Cakrayuda diangkat
menjadi Patih Kuningan. Demang Cakrayuda memperisteri Nyi Raden Rengganingrum
binti Tumenggung Cakranagara II dan menurunkan putera bernama Demang Dendareja.
2.3.11 Demang Dendareja diangkat
menjadi Patih Galuh.
2.3.12 Dayeuh Panjalu
Raden Tumenggung Wirapraja kemudian memindahkan kediaman bupati ke
Dayeuh Panjalu sekarang. Sementara itu pusat kerajaan Panjalu ditandai dengan
sembilan tutunggul gada-gada
perjagaan yaitu patok-patok
yang menjadi batas pusat kerajaan sekaligus berfungsi sebagai pos penjagaan
yang dikenal dengan Batara Salapan, yaitu terdiri dari:
2.3.12.1
Sri Manggelong di Kubang Kelong,
Rinduwangi
2.3.12.2
Sri Manggulang di Cipalika, Bahara
2.3.12.3
Kebo Patenggel di Muhara Cilutung,
Hujungtiwu
2.3.12.4
Sri Keukeuh Saeukeurweuleuh di Ranca
Gaul, Tengger
2.3.12.5
Lembu Dulur di Giut Tenjolaya,
Sindangherang
2.3.12.6
Sang Bukas Tangan di Citaman, Citatah
2.3.12.7
Batara Terus Patala di Ganjar Ciroke,
Golat
2.3.12.8
Sang Ratu Lahuta di Gajah Agung Cilimus,
Banjarangsana
2.3.12.9
Sri Pakuntilan di Curug Goong, Maparah